|
Foto bareng Sapri |
Dolan mau cerita tentang Baduy setelah trip ke Baduy pada tanggal 12-13 Mei 2012 kemaren. Ini semua tentang Mereka dengan tradisi dan aturan di dalamnya. Mereka dengan faham dan kepercayaannya bisa hidup tentram dan damai. Mereka sungguh jauh dari teknologi, dan itu sudah aturan yang mereka anut.
Kawasan Baduy Dalam terdiri dari 3 kampung, yaitu Cikeusik, Cibeo dan Cikertawarna dan setiap kampung memiliki Kepala Adat atau Pu’un. Aturan untuk Pu’un tidak boleh keluar Baduy dan memiliki peran khusus di Suku Baduy Dalam.
|
Jembatan Perbatasan, baru bisa foto-foto |
Rumah mereka dibuat dari bahan yang mudah terurai, dengan kebanyakan berbahan bambu dan atap rumbia, segala perlengkapan pun rata-rata terbuat dari bahan-bahan dari alam, tempat sampah terbuat dari anyaman bambu, gayung terbuat dari kayu dan batok kelapa, lampu dari kayu, gelas dari bambu, dan hal itulah yang membuat Baduy menjadi unik.
Adapun larangan yang berlaku di Baduy Dalam terkenal dengan tradisi jalan kaki dan tidak boleh menggunakan kendaraan juga tanpa alas kaki. Ketika di Baduy Dalam juga tidak diperbolehkan menggunakan sabun, pasta gigi, dan sejenisnya, Mereka menggunakan siwak dan tepes kelapa dicampur dengan gamping yang dihaluskan sebagai pasta gigi. Tidak boleh foto-foto juga. Kemudian andaikata jika salah satu warganya melanggar, maka ada hukuman dari ketua adat yaitu diasingkan selama 41 hari di hutan adat, bekerja tanpa di bayar, dan jika tidak mau menjalani hukuman, maka akan di keluarkan dari Baduy Dalam dan menjadi Suku Baduy Luar.
Tradisi perkawinan dan pemakaman juga memiliki khas, Menurut Sapri, perkawinan diadakan selama 3 hari 3 malam dengan adat mereka, lauknya biasanya memotong ayam hingga 100 ekor, dan untuk pesta sendiri cukup diadakan di satu kampung saja tidak mengundang orang dari kampung lain. Dan jika ada yang meninggal dunia, mereka memperlakukannya secara alami, dibungkus dengan kain kafan seperti biasa dan dikubur tanpa nisan kemudian mengadakan acara riyungan sampai 7 harinya.
Banyak yang mengira kalau Suku Baduy itu bau, jarang mandi, bodoh, terbelakang, dan pendapat itu salah besar, sepanjang perjalanan dari Cijahe tak sedikitpun kami mencium bau badan mereka. Dan yang luar biasanya Sapri tau Jakarta dan lokasi-lokasi tempat nongkrong di Jakarta, Seperti Bintaro, Taman Anggrek dan Mall-mall di Jakarta dia tau dan pernah masuk ke dalam. Bahkan Bapaknya Sapri pernah berkunjung ke Cikeas ke Kediamannya SBY, Dolan aja belum pernah.. fiuh.. kalah sama mereka.
|
Sadam, Guide kecil kami |
Bahasa yang mereka gunakan adalah Bahasa Sunda dengan logat Rangkas Bitung dan Kebanyakan mereka mengerti Bahasa Indonesia dan jago menghitung juga. Ketika ditanya sekolah dimana, Sapri menjawab sekolah secara otodidak dan itulah yang membuat mereka luar biasa. Sedangkan kita, sekolah bayar mahal-mahal justru malah malas-malasan.
Mereka juga sangat terbuka terhadap pendatang, terbukti mereka menyambut baik kedatangan rombongan kami, sampai-sampai dijemput oleh sekitar 6 orang, katanya takut barang bawaan kami berat dan mereka sanggup membawanya, tapi kami tolak karena takut merepotkan.
Waahh menarik !
Tokoh Sapri dengan Adat Suku Baduy, dibuat kisahnya pasti seru ^_^
ini syafri baduy yg saya jawab terima kasih yaa udah di masukan ke situs dan kebetulan aja lg liat di situs salam aja dari syafri baduy dan salam buat teman teman ya kalo mau ke baduy lg hubungi ya syafri
08567833467
via alvin https://www.facebook.com/media/set/?set=a.489344847759836.123794.100000529751653 salam,
Mas,
aku tertarik untuk ikut ttp aku mau tanya jalannya kira2 berapa lama satu etape, karena aku mau ajak anak ku 10 tahunan….Dia sudah jajal trek di Sempu, sih kuat bolak balik…terimakasih
salam
christina
Seru banget kak, kapan2 ikut yahh
Hehe.. biasanya anak kecil malah suka berjalan kak, saya rasa 10 tahun sudah memadai untuk ikut. Gpp. Kalopun di tengah perjalanan gak kuat, bisa sampai Baduy Luar saja